Kamis, 09 Desember 2010

TEKS DIALOG ASAL MULA UPACARA KASADA

Dahulu kala di Lereng Gunung Bromo yang dikenal dengan masyarakat Tengger hiduplah satu keluarga yang tenteram. Suami istri tersebut bernama Ki Seger dan Nyai Anteg. Mereka hidup rukun, damai, dan  bahagia. Hari-hari dilaluinya, hingga diusia menginjak senja mereka belum juga di karuniai anak.


 
Buk, mungkin ini adalah ujian atau cobaan oleh Dewa kepada kita hingga saat ini kita belum juga mendapatkan momongan ?

Sudahlah Pak, mungkin yang Bapak katakan tadi itu benar, tapi mungkin kita kurang bertawakal

Mungkin juga itu benar, kalau begitu kita harus melakukan apalagi agar Dewa akan mengabulkan permohonan kita itu ?

 Teruslah kita berdo’a, bagaimana kalau Bapak melakukan semedi di Gunung Bromo !agar lebih dekat dengan Dewa, karena tempat itu adalah tempat suci

Ide yang bagus sekali Buk, Baiklah kalau begitu kita harus melaksanakan semedi tersebut
 
Ki Seger                     :




Nyai Anteng              :


Ki Seger                     :



Nyai Anteng              :




Ki Seger                    :



Setiap hari mereka melaksanakan semedi di Kaki Gunung Bromo. Karena Do’a yang tiada henti setiap hari,akhirnya merekapun dikabulkan oleh Dewa Brama, namun pada saat bertapa Nyai Anteng Mendengar suara gaib.

Kelak Engau akan melahirkan dua puluh lima orang anak, tetapi anak pertamamu harus dikorbankan

Baiklah yang penting, kami segera dikaruniai anak (dengan keadaan sedih, mengapa harus mengorbankan anak pertamanya)
 






 
Suara Ghoib             :



Nyai Anteng             :


Waktu berjalan terus. Apa yang didengar pada waktu semedi menjadi kenyataan. Nyai   Anteng hamil, Setelah genap bulannya, Nyai Anteng melahirkan anak laki-laki.

Akhirnya kita dikarunia juga seorang anak yang tampan dan sehat ini. Menurut Bapak siapakah nama yang pantas untuk anak kita ini ?

Akan Bapak beri nama Kusuma

Cocok sekali nama itu Pak
  
Ya Bu, karena pada kelahiran anak kita ini kebahagiaan menyelimuti kita dan juga ketampanan anak ini merekah seperti bunga yang akan membahagiakan setiap yang melihatnya

 
Nyai Anteng             :



Ki Seger                    :


Nyai Anteng             :

Ki Seger                    :







 
Mereka hidup dengan penuh kegembiraan dan ketentraman. Sampai-sampai lupa akan janjinya. Meski lama tenggang waktunya, namun janji tetaplah janji. Pada saatnya akan ditagih juga.

Gunung Bromo mulai mulai memberi tanda-tanda peringatan. Suara gemuruh, asap berkepul-kepul. Nyai Anteng dan Ki Seger pun teringat akan janjinya.

Bagaimana mungkin saya tega melemparkan anak kesayangan saya ke kawah Gunung Bromo?(dengan perasaan teramat sedih dan sesal meresahkan hati mereka)


 
Nyai Anteng             :





Seandainya dapat diganti persembahan kepada Dewa di Gunung Bromo bukan anakku Kusuma, melainkan Diriku saja !


 
Nyai Anteng             :




Hal itu tak mungkin terjadi Dewa menginginkan anaknya yang sulung bukan, dirinya yang sudah tua. Dari hari kehari Nyai Anteng semakin menderita tekanan batin. Sementar Gunung Bromo semakin bereaksi terus. Letusan-letusan mulai terjadi, lelehan lahar pun  dengan derasnya. Saat itulah Nyai Anteng bermimpi bahwa Dewa Brahma menagih janji.

Wahai Nyai Anteng segeralah tepati janjimu, bila tidak engkau tepati, kedua puluh anakmu sekaligus akan kuminta secara paksa.
 
Dewa  Brahma       :




Setelah mendengar ucapan dari Dewa Brahma, terbangunlah Nyai Anteng dari tidurnya. Ia tidak dapat berbicara, ia hanya menangis terus menerus, teringat akan mimpinya.

Mengapa Ibu nampak sedih terus menerus seperti ini ? Apa boleh saya boleh saya tau sebab musababnya , Bu ?
 
Kusuma                     :



Anakku, Kusuma ! Ibu mengorbanakn enkau di kawah Gunung Bromo. Ibu tidak sampai hati untuk melemparkan dirimu, Nak ! Apabila tidak, semua saudaramu dan engkau akan diambil secara paksa oleh Dewa Brahma

 
Nyai Anteng          :








Mendengar kata-kata Ibunya, Kusuma terbangun diam seribu bahasa karena hatinya sedih .
Sudahlah, Bu ! Hilangkan perasaan hati Ibu itu. Saya bersedia berkorban demi Bapak, Ibu, adik-adik serta keselamatan orang-orang Tengger  pada umumnya. Saya rela menjadi korban, Bu !

 
Kusuma                  :



Begitu terharunya mendengar kata-kata anaknyaNyai Anteng dan Ki Seger jatuh pingsan. Pada hari yang telah ditentukan, dibawalah  Kusuma ke Kawah Gunung Bromo. Ia diserahkan sebagai korban. Kemudian ia dilemparkan ke kawah Gunung Bromo dengan disaksikan oleh orang-orang sekitar kaki Gunung Bromo.

Kurban Kusuma oleh Nyai Anteng dan Ki Seger diterima oleh Dewa. Sejak saat itu Gunung Bromo tidak terdengar lagi suara gemuruhnya. Jadilah daerah sekitar Gunung Bromo tentram, tenang kembali seperti semula, demikian pula Nyai Anteng dan Ki Seger beserta kedua puluh empat anaknya hidup dengan tenang. Sampai kini masyarakat Tengger mengadakan upacara korban di kawah Gunung Bromo untuk menghormati Roh Kusuma. Namun yang dijadikan korban bukan lagi manusia melainkan sesaji hasil bumi, hewan ternak seperti ayam,dan juga uang.  
                                  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar